Hudoq adalah sejenis festival yang berupa tarian ungkapan syukur yang digelar oleh sub-etnis Dayak di provinsi Kalimantan Timur. Hudoq adalah kesenian tarian yang menggunakan topeng dan kostum, oleh sebab itu Hudoq termasuk golongan kesenian barongan
Etimologi
Hudoq artinya
menjelma, oleh karena itu memakai topeng burung melambangkan menjelma menjadi burung.
Kepercayaan
Menurut kepercayaan tradisional orang Bahau, Busang, Modang, Ao'heng dan Penihing, Hudoq adalah 13 hama yang merusak tanaman seperti tikus, singa, gagak,
dan lain-lain. Dalam festival tersebut Hudoq dilambangkan oleh penari
yang mengenakan topeng yang mewakili hama dan rompi yang terbuat dari pinang atau kulit kayu pohon pisang. Tarian selesai ketika dua manusia Hudoq keluar dan mengejar Hudoq hama. Durasi tari adalah 1-5 jam.
Menurut tradisi, festival hudoq diadakan setiap selesai menugal
(menanam padi) di ladang September-Oktober setiap tahun. Maknanya,
memohon berkat Tuhan agar padi yang ditanam nanti menghasilkan bulir
yang berlipat-lipat hingga membawa kemakmuran bagi masyarakat.
Secara turun-temurun, festival itu digelar berpindah-pindah dari desa ke desa lain setiap tahun.
Busana Penari Hudoq
Penari hudoq Bahau dan Modang memakai topeng kayu berukir, gabungan antara citra hama tanaman dan satwa-satwa berbahaya. Seluruh tubuh penari tertutup busana yang terbuat dari kulit pohon, dihiasi rumbai daun pisang, dan ada pula yang menggunakan daun kelapa. Busana dilengkapi dengan topi berbulu dan tongkat kayu yang dipegang di tangan kanan. Tarian ini biasanya dilakukan oleh 11 penari, masing-masing memakai topeng berbeda, digelar di lapangan luas dan terbuka. Para penonton mengelilingi arena pertunjukkan.
Gerakan Tarian Hudoq
Gerakan tangan dan kaki mendominasi tari hudoq. Badan penari tegak yang kemudian terus berputar pelan di setiap langkah. Tangan
terayun ke atas setinggi bahu, diangkat setinggi-tingginya, lalu
dijatuhkan menepuk paha. Gerakan kaki berupa hentakan: dengan lutut
perlahan ditekuk, kaki terangkat hingga 30 sampai 40 cm, kemudian
dihentak kuat ke bawah untuk menghasilkan suara keras. Saat mengambil
langkah, kaki
yang terangkat menyilang di atas kaki tumpuan sehingga badan terayun ke
kiri dan ke kanan. Suara hentakan kaki disusul oleh tepukan tangan ke
paha membuat busana yang berjumpai itu berbunyi ‘whuss…’. Gerakan kepala
tidak teratur, hanya berupa gerakan mengangguk. Jika topeng memiliki
mulut yang bisa bergerak, setiap kepala tertunduk mulut topeng akan
tertutup dengan berbunyi meletik. Para penari bergerak dalam lingkaran,
yakni bergerak dari satu sudut arena ke sudut arena yang lain sampai
empat sudut tersentuh. Kembali ke tengah arena, para penari duduk
bersila dalam baris panjang untuk pemanggilan roh,
kepala mengangguk-angguk, dan siap jika sewaktu-waktu roh akan merasuki
mereka. Saat hal tersebut terjadi, mereka berdiri, tubuh bergetar tanda
kesurupan. Kemudian mereka kembali menari seperti semula. Akhirnya
mereka kembali ke tengah, badan bergetar lagi, dan merekapun duduk. Itu
berarti roh-roh telah meninggalkan tubuh mereka.
Pelaksanaan Upacara
Pawang, yaitu pemimpin upacara, mulai dengan mengumumkan tujuan upacara, diikuti permohonan agar para roh memasuki para penari. Sesaji dipersiapkan, sementara pawang bememang (mengucapkan) mantra dihadapan para penari Hudoq yang telah berbusana lengkap. Sebelas penari duduk berbaris di tengah arena.
Pawang menaburkan beras kuning ke kepala para penari sebagai tanda
upacara dimulai. Satu demi satu para penari berdiri dan berjalan pelan
sesuai dengan tempo musik. Adapun musik pengiringnya adalah berupa gong dan tubun, yaitu sebuah gendang kecil yang dapat digenggam, dilapisi besisi (kulit kadal) pada salah satu sisinya dan diikat kuat dengan rotan.
Kemudian para penari bergerak ke dalam lingkaran, tangan melambai,
badan berayun, kaki menghentak, kemudian kembali ke tengah lingkaran
dimana para roh akan merasuk, setelah itu mereka kembali menari. Saat itu pawang menyampaikan pesan kepada roh yang menguasai penari dengan mengucapkan mantra lagi, yakni mantra suci yang panjang. Maksud dari mantra tersebut adalah untuk meminta pada roh-roh agar menjaga tanaman mereka, menjauhkan hama yang membahayakan, dan melindungi penduduk desa. Selanjutnya pawang mendekati para penari dan menghimbau para roh agar kembali ke asal masing-masing baik di hutan, gunung, empat penjuru angina, gua, atau tempat yang lain. Para penari kembali ke tengah arena dan disadarkan kembali oleh para pawang. Setelah melepas topeng dan busana,
mereka bergabung dengan para penonton. Upacara pun berakhir. Namun, ada
juga tata cara lain pelaksanaa upacara ini yang tidak seperti tertulis
di atas. Adapun upacara tersebut akan selesai ketika dua penari
bertopeng manusia (hudoq punan) tiba-tiba muncul dan memburu kesebelas penari ke luar desa, diikuti para hadirin. Upacara ini dapat berlangsung selama satu jam atau bahkan sampai sehari.
Tari Hudoq dari
Kalimantan Timur
10:47 PM MooChenk 27 komentar
Tari Hudoq adalah bagian ritual suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, yang
biasa dilakukan setiap selesai manugal atau menanam padi, pada bulan
September – Oktober. Semua gerakannya, konon dipercaya turun dari
kahyangan.
Berdasarkan kepercayaan suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, Tari Hudoq
ini digelar untuk mengenang jasa para leluhur mereka yang berada di alam
nirwana. Mereka meyakini di saat musim tanam tiba roh-roh nenek moyang
akan selalu berada di sekeliling mereka untuk membimbing dan mengawasi
anak cucunya. Leluhur mereka ini berasal dari Asung Luhung atau Ibu
Besar yang diturunkan dari langit di kawasan hulu Sungai Mahakam Apo
Kayan. Asung Luhung memiliki kemampuan setingkat dewa yang bisa
memanggil roh baik maupun roh jahat.
Oleh Asung Luhung, roh-roh yang dijuluki Jeliwan Tok Hudoq itu
ditugaskan untuk menemui manusia. Namun karena wujudnya yang menyeramkan
mereka diperintahkan untuk mengenakan baju samaran manusia setengah
burung. Para Hudoq itu datang membawa kabar kebaikan. Mereka berdialog
dengan manusia sambil memberikan berbagai macam benih dan tanaman
obat-obatan sesuai pesan yang diberikan oleh Asung Luhung. Dari kisah
itulah, nama Hudoq melekat di masyarakat Dayak Bahau dan Modang.
Tarian ini dilakukan erat hubungannya dengan upacara keagamaan, dengan
maksud untuk memperoleh kekuatan mengatasi gangguan hama perusak tanaman
dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak.
Para penari Hudoq ini biasanya berjumlah 13 orang yang melambangkan 13
dewa pelindung dewa Hunyang Tenangan, dewa yang memelihara tanaman padi.
Di sela-sela kerimbunan semak belukar dan pepohonan mereka mulai
mengenakan kostum yang terbuat dari daun pisang hingga menutupi mata
kaki dan topeng kayu yang menyerupai binatang buas. Daun pisang adalah
lambang kesejukan dan kesejahteraan. Sementara itu, warna pada Topeng
Hudoq, biasanya didominasi oleh warna merah dan kuning, yang dipercaya
sebagai warna kesukaan para dewa. Topeng warna merah ini merupakan
gambaran perwujudan dewa Hunyang Tenangan.
Sebelum tarian Hudoq dimulai, terlebih dahulu digelar ritual Napoq.
Napoq adalah prosesi sakral yang wajib dilakukan setiap kali hendak
menyelenggarakan Hudoq. Ritual ini dipimpin oleh seorang Dayung yakni
orang yang memiliki kemampuan supranatural untuk berkomunikasi langsung
dengan para Hudoq.
Dengan didampingi dua asistennya, Dayung berkeliling kampung sambil
membunyikan mebang atau gong kecil. Yang berfungsi sebagai alat
komunikasi penyapaan kepada para roh-roh penjaga desa, bahwa Napoq
sedang dilakukan. Selanjutnya, Dayung akan memanggil dan meminta kepada
penguasa alam semesta yang memiliki empat sapaan yakni Tasao, Tuhan
Pencipta; Tanyie', Tuhan Penjaga; Tawe'a, Tuhan Penuntun dan Tagean,
Tuhan Yang Berkuasa; agar penyelenggaraan hudoq dapat berjalan aman dan
lancar.
Kemudian, para Hudoq dijamu makan siang oleh sang Dayung, dengan cara
menyuapi para penari yang telah dirasuki titisan dewa yang mengenakan
topeng Hudoq. Setelah makan siang, Dayung pun melakukan komunikasi
dengan para Hudoq, yang disebut dengan Tengaran Hudoq. Komunikasi ini,
menggunakan bahasa Dayak yang santun dan halus, yang hanya bisa
diterjemahkan oleh sang Dayung.
Dari komunikasi ini, biasanya diketahui kelanjutan hasil bercocok tanam,
apakah panennya berhasil atau tidak. Dayung pun meminta, agar para
Hudoq melindungi tanaman mereka dari serangan hama.
Kemudian, ritual dilanjutkan dengan kegiatan ugaaitan atau menarik nyawa
padi. Dalam ritual ini, para Hudoq berbaris sejajar, yang urutannya
disesuaikan dengan kelas sosial para dewa. Para dewa dengan kelas sosial
tertinggi berada di barisan terdepan. Sambil membaca mantera, para
Hudog menarik nyawa padi sebanyak tujuh kali.
Tari Hudoq biasanya digelar di tengah lapangan atau sawah yang akan
ditanami. Dengan ritme cukup tinggi, para penari Hudoq melakukan gerakan
Nyidok atau Nyebit yaitu gerakan maju sambil menghentak kaki. Disusul
dengan gerakan Ngedok atau Nyigung yaitu menghentak¬kan kaki dengan
tumit diiringi gerakan tangan yang mengibas-ngibas layaknya gerakan
sayap seekor burung yang sedang terbang. Gerakan ini bermakna untuk
mengusir hama penyakit agar tidak menyerang tanaman padi.
Secara umum, gerakan tarian ini mengandung makna memutar ke kiri untuk
membuang sial dan memutar ke kanan untuk mengambil kebaikan.
Sumber Asli :
http://dunialain-laindunia.blogspot.com/2009/04/tari-hudoq-dari-kalimantan-timur.html
Copyright
dunialain-laindunia.blogspot.com | COPY-PASTE BOLEH ASALKAN
MENCANTUMKAN LINK SUMBER ASLINYA ~ COPY PASTE NO, SHARING YES
Tari Hudoq dari
Kalimantan Timur
10:47 PM MooChenk 27 komentar
Tari Hudoq adalah bagian ritual suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, yang
biasa dilakukan setiap selesai manugal atau menanam padi, pada bulan
September – Oktober. Semua gerakannya, konon dipercaya turun dari
kahyangan.
Berdasarkan kepercayaan suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, Tari Hudoq
ini digelar untuk mengenang jasa para leluhur mereka yang berada di alam
nirwana. Mereka meyakini di saat musim tanam tiba roh-roh nenek moyang
akan selalu berada di sekeliling mereka untuk membimbing dan mengawasi
anak cucunya. Leluhur mereka ini berasal dari Asung Luhung atau Ibu
Besar yang diturunkan dari langit di kawasan hulu Sungai Mahakam Apo
Kayan. Asung Luhung memiliki kemampuan setingkat dewa yang bisa
memanggil roh baik maupun roh jahat.
Oleh Asung Luhung, roh-roh yang dijuluki Jeliwan Tok Hudoq itu
ditugaskan untuk menemui manusia. Namun karena wujudnya yang menyeramkan
mereka diperintahkan untuk mengenakan baju samaran manusia setengah
burung. Para Hudoq itu datang membawa kabar kebaikan. Mereka berdialog
dengan manusia sambil memberikan berbagai macam benih dan tanaman
obat-obatan sesuai pesan yang diberikan oleh Asung Luhung. Dari kisah
itulah, nama Hudoq melekat di masyarakat Dayak Bahau dan Modang.
Tarian ini dilakukan erat hubungannya dengan upacara keagamaan, dengan
maksud untuk memperoleh kekuatan mengatasi gangguan hama perusak tanaman
dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak.
Para penari Hudoq ini biasanya berjumlah 13 orang yang melambangkan 13
dewa pelindung dewa Hunyang Tenangan, dewa yang memelihara tanaman padi.
Di sela-sela kerimbunan semak belukar dan pepohonan mereka mulai
mengenakan kostum yang terbuat dari daun pisang hingga menutupi mata
kaki dan topeng kayu yang menyerupai binatang buas. Daun pisang adalah
lambang kesejukan dan kesejahteraan. Sementara itu, warna pada Topeng
Hudoq, biasanya didominasi oleh warna merah dan kuning, yang dipercaya
sebagai warna kesukaan para dewa. Topeng warna merah ini merupakan
gambaran perwujudan dewa Hunyang Tenangan.
Sebelum tarian Hudoq dimulai, terlebih dahulu digelar ritual Napoq.
Napoq adalah prosesi sakral yang wajib dilakukan setiap kali hendak
menyelenggarakan Hudoq. Ritual ini dipimpin oleh seorang Dayung yakni
orang yang memiliki kemampuan supranatural untuk berkomunikasi langsung
dengan para Hudoq.
Dengan didampingi dua asistennya, Dayung berkeliling kampung sambil
membunyikan mebang atau gong kecil. Yang berfungsi sebagai alat
komunikasi penyapaan kepada para roh-roh penjaga desa, bahwa Napoq
sedang dilakukan. Selanjutnya, Dayung akan memanggil dan meminta kepada
penguasa alam semesta yang memiliki empat sapaan yakni Tasao, Tuhan
Pencipta; Tanyie', Tuhan Penjaga; Tawe'a, Tuhan Penuntun dan Tagean,
Tuhan Yang Berkuasa; agar penyelenggaraan hudoq dapat berjalan aman dan
lancar.
Kemudian, para Hudoq dijamu makan siang oleh sang Dayung, dengan cara
menyuapi para penari yang telah dirasuki titisan dewa yang mengenakan
topeng Hudoq. Setelah makan siang, Dayung pun melakukan komunikasi
dengan para Hudoq, yang disebut dengan Tengaran Hudoq. Komunikasi ini,
menggunakan bahasa Dayak yang santun dan halus, yang hanya bisa
diterjemahkan oleh sang Dayung.
Dari komunikasi ini, biasanya diketahui kelanjutan hasil bercocok tanam,
apakah panennya berhasil atau tidak. Dayung pun meminta, agar para
Hudoq melindungi tanaman mereka dari serangan hama.
Kemudian, ritual dilanjutkan dengan kegiatan ugaaitan atau menarik nyawa
padi. Dalam ritual ini, para Hudoq berbaris sejajar, yang urutannya
disesuaikan dengan kelas sosial para dewa. Para dewa dengan kelas sosial
tertinggi berada di barisan terdepan. Sambil membaca mantera, para
Hudog menarik nyawa padi sebanyak tujuh kali.
Tari Hudoq biasanya digelar di tengah lapangan atau sawah yang akan
ditanami. Dengan ritme cukup tinggi, para penari Hudoq melakukan gerakan
Nyidok atau Nyebit yaitu gerakan maju sambil menghentak kaki. Disusul
dengan gerakan Ngedok atau Nyigung yaitu menghentak¬kan kaki dengan
tumit diiringi gerakan tangan yang mengibas-ngibas layaknya gerakan
sayap seekor burung yang sedang terbang. Gerakan ini bermakna untuk
mengusir hama penyakit agar tidak menyerang tanaman padi.
Secara umum, gerakan tarian ini mengandung makna memutar ke kiri untuk
membuang sial dan memutar ke kanan untuk mengambil kebaikan.
Sumber Asli :
http://dunialain-laindunia.blogspot.com/2009/04/tari-hudoq-dari-kalimantan-timur.html
Copyright
dunialain-laindunia.blogspot.com | COPY-PASTE BOLEH ASALKAN
MENCANTUMKAN LINK SUMBER ASLINYA ~ COPY PASTE NO, SHARING YES
Tari Hudoq dari
Kalimantan Timur
10:47 PM MooChenk 27 komentar
Tari Hudoq adalah bagian ritual suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, yang
biasa dilakukan setiap selesai manugal atau menanam padi, pada bulan
September – Oktober. Semua gerakannya, konon dipercaya turun dari
kahyangan.
Berdasarkan kepercayaan suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, Tari Hudoq
ini digelar untuk mengenang jasa para leluhur mereka yang berada di alam
nirwana. Mereka meyakini di saat musim tanam tiba roh-roh nenek moyang
akan selalu berada di sekeliling mereka untuk membimbing dan mengawasi
anak cucunya. Leluhur mereka ini berasal dari Asung Luhung atau Ibu
Besar yang diturunkan dari langit di kawasan hulu Sungai Mahakam Apo
Kayan. Asung Luhung memiliki kemampuan setingkat dewa yang bisa
memanggil roh baik maupun roh jahat.
Oleh Asung Luhung, roh-roh yang dijuluki Jeliwan Tok Hudoq itu
ditugaskan untuk menemui manusia. Namun karena wujudnya yang menyeramkan
mereka diperintahkan untuk mengenakan baju samaran manusia setengah
burung. Para Hudoq itu datang membawa kabar kebaikan. Mereka berdialog
dengan manusia sambil memberikan berbagai macam benih dan tanaman
obat-obatan sesuai pesan yang diberikan oleh Asung Luhung. Dari kisah
itulah, nama Hudoq melekat di masyarakat Dayak Bahau dan Modang.
Tarian ini dilakukan erat hubungannya dengan upacara keagamaan, dengan
maksud untuk memperoleh kekuatan mengatasi gangguan hama perusak tanaman
dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak.
Para penari Hudoq ini biasanya berjumlah 13 orang yang melambangkan 13
dewa pelindung dewa Hunyang Tenangan, dewa yang memelihara tanaman padi.
Di sela-sela kerimbunan semak belukar dan pepohonan mereka mulai
mengenakan kostum yang terbuat dari daun pisang hingga menutupi mata
kaki dan topeng kayu yang menyerupai binatang buas. Daun pisang adalah
lambang kesejukan dan kesejahteraan. Sementara itu, warna pada Topeng
Hudoq, biasanya didominasi oleh warna merah dan kuning, yang dipercaya
sebagai warna kesukaan para dewa. Topeng warna merah ini merupakan
gambaran perwujudan dewa Hunyang Tenangan.
Sebelum tarian Hudoq dimulai, terlebih dahulu digelar ritual Napoq.
Napoq adalah prosesi sakral yang wajib dilakukan setiap kali hendak
menyelenggarakan Hudoq. Ritual ini dipimpin oleh seorang Dayung yakni
orang yang memiliki kemampuan supranatural untuk berkomunikasi langsung
dengan para Hudoq.
Dengan didampingi dua asistennya, Dayung berkeliling kampung sambil
membunyikan mebang atau gong kecil. Yang berfungsi sebagai alat
komunikasi penyapaan kepada para roh-roh penjaga desa, bahwa Napoq
sedang dilakukan. Selanjutnya, Dayung akan memanggil dan meminta kepada
penguasa alam semesta yang memiliki empat sapaan yakni Tasao, Tuhan
Pencipta; Tanyie', Tuhan Penjaga; Tawe'a, Tuhan Penuntun dan Tagean,
Tuhan Yang Berkuasa; agar penyelenggaraan hudoq dapat berjalan aman dan
lancar.
Kemudian, para Hudoq dijamu makan siang oleh sang Dayung, dengan cara
menyuapi para penari yang telah dirasuki titisan dewa yang mengenakan
topeng Hudoq. Setelah makan siang, Dayung pun melakukan komunikasi
dengan para Hudoq, yang disebut dengan Tengaran Hudoq. Komunikasi ini,
menggunakan bahasa Dayak yang santun dan halus, yang hanya bisa
diterjemahkan oleh sang Dayung.
Dari komunikasi ini, biasanya diketahui kelanjutan hasil bercocok tanam,
apakah panennya berhasil atau tidak. Dayung pun meminta, agar para
Hudoq melindungi tanaman mereka dari serangan hama.
Kemudian, ritual dilanjutkan dengan kegiatan ugaaitan atau menarik nyawa
padi. Dalam ritual ini, para Hudoq berbaris sejajar, yang urutannya
disesuaikan dengan kelas sosial para dewa. Para dewa dengan kelas sosial
tertinggi berada di barisan terdepan. Sambil membaca mantera, para
Hudog menarik nyawa padi sebanyak tujuh kali.
Tari Hudoq biasanya digelar di tengah lapangan atau sawah yang akan
ditanami. Dengan ritme cukup tinggi, para penari Hudoq melakukan gerakan
Nyidok atau Nyebit yaitu gerakan maju sambil menghentak kaki. Disusul
dengan gerakan Ngedok atau Nyigung yaitu menghentak¬kan kaki dengan
tumit diiringi gerakan tangan yang mengibas-ngibas layaknya gerakan
sayap seekor burung yang sedang terbang. Gerakan ini bermakna untuk
mengusir hama penyakit agar tidak menyerang tanaman padi.
Secara umum, gerakan tarian ini mengandung makna memutar ke kiri untuk
membuang sial dan memutar ke kanan untuk mengambil kebaikan.
Sumber Asli :
http://dunialain-laindunia.blogspot.com/2009/04/tari-hudoq-dari-kalimantan-timur.html
Copyright
dunialain-laindunia.blogspot.com | COPY-PASTE BOLEH ASALKAN
MENCANTUMKAN LINK SUMBER ASLINYA ~ COPY PASTE NO, SHARING YES
Tari Hudoq dari
Kalimantan Timur
10:47 PM MooChenk 27 komentar
Tari Hudoq adalah bagian ritual suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, yang
biasa dilakukan setiap selesai manugal atau menanam padi, pada bulan
September – Oktober. Semua gerakannya, konon dipercaya turun dari
kahyangan.
Berdasarkan kepercayaan suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, Tari Hudoq
ini digelar untuk mengenang jasa para leluhur mereka yang berada di alam
nirwana. Mereka meyakini di saat musim tanam tiba roh-roh nenek moyang
akan selalu berada di sekeliling mereka untuk membimbing dan mengawasi
anak cucunya. Leluhur mereka ini berasal dari Asung Luhung atau Ibu
Besar yang diturunkan dari langit di kawasan hulu Sungai Mahakam Apo
Kayan. Asung Luhung memiliki kemampuan setingkat dewa yang bisa
memanggil roh baik maupun roh jahat.
Oleh Asung Luhung, roh-roh yang dijuluki Jeliwan Tok Hudoq itu
ditugaskan untuk menemui manusia. Namun karena wujudnya yang menyeramkan
mereka diperintahkan untuk mengenakan baju samaran manusia setengah
burung. Para Hudoq itu datang membawa kabar kebaikan. Mereka berdialog
dengan manusia sambil memberikan berbagai macam benih dan tanaman
obat-obatan sesuai pesan yang diberikan oleh Asung Luhung. Dari kisah
itulah, nama Hudoq melekat di masyarakat Dayak Bahau dan Modang.
Tarian ini dilakukan erat hubungannya dengan upacara keagamaan, dengan
maksud untuk memperoleh kekuatan mengatasi gangguan hama perusak tanaman
dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak.
Para penari Hudoq ini biasanya berjumlah 13 orang yang melambangkan 13
dewa pelindung dewa Hunyang Tenangan, dewa yang memelihara tanaman padi.
Di sela-sela kerimbunan semak belukar dan pepohonan mereka mulai
mengenakan kostum yang terbuat dari daun pisang hingga menutupi mata
kaki dan topeng kayu yang menyerupai binatang buas. Daun pisang adalah
lambang kesejukan dan kesejahteraan. Sementara itu, warna pada Topeng
Hudoq, biasanya didominasi oleh warna merah dan kuning, yang dipercaya
sebagai warna kesukaan para dewa. Topeng warna merah ini merupakan
gambaran perwujudan dewa Hunyang Tenangan.
Sebelum tarian Hudoq dimulai, terlebih dahulu digelar ritual Napoq.
Napoq adalah prosesi sakral yang wajib dilakukan setiap kali hendak
menyelenggarakan Hudoq. Ritual ini dipimpin oleh seorang Dayung yakni
orang yang memiliki kemampuan supranatural untuk berkomunikasi langsung
dengan para Hudoq.
Dengan didampingi dua asistennya, Dayung berkeliling kampung sambil
membunyikan mebang atau gong kecil. Yang berfungsi sebagai alat
komunikasi penyapaan kepada para roh-roh penjaga desa, bahwa Napoq
sedang dilakukan. Selanjutnya, Dayung akan memanggil dan meminta kepada
penguasa alam semesta yang memiliki empat sapaan yakni Tasao, Tuhan
Pencipta; Tanyie', Tuhan Penjaga; Tawe'a, Tuhan Penuntun dan Tagean,
Tuhan Yang Berkuasa; agar penyelenggaraan hudoq dapat berjalan aman dan
lancar.
Kemudian, para Hudoq dijamu makan siang oleh sang Dayung, dengan cara
menyuapi para penari yang telah dirasuki titisan dewa yang mengenakan
topeng Hudoq. Setelah makan siang, Dayung pun melakukan komunikasi
dengan para Hudoq, yang disebut dengan Tengaran Hudoq. Komunikasi ini,
menggunakan bahasa Dayak yang santun dan halus, yang hanya bisa
diterjemahkan oleh sang Dayung.
Dari komunikasi ini, biasanya diketahui kelanjutan hasil bercocok tanam,
apakah panennya berhasil atau tidak. Dayung pun meminta, agar para
Hudoq melindungi tanaman mereka dari serangan hama.
Kemudian, ritual dilanjutkan dengan kegiatan ugaaitan atau menarik nyawa
padi. Dalam ritual ini, para Hudoq berbaris sejajar, yang urutannya
disesuaikan dengan kelas sosial para dewa. Para dewa dengan kelas sosial
tertinggi berada di barisan terdepan. Sambil membaca mantera, para
Hudog menarik nyawa padi sebanyak tujuh kali.
Tari Hudoq biasanya digelar di tengah lapangan atau sawah yang akan
ditanami. Dengan ritme cukup tinggi, para penari Hudoq melakukan gerakan
Nyidok atau Nyebit yaitu gerakan maju sambil menghentak kaki. Disusul
dengan gerakan Ngedok atau Nyigung yaitu menghentak¬kan kaki dengan
tumit diiringi gerakan tangan yang mengibas-ngibas layaknya gerakan
sayap seekor burung yang sedang terbang. Gerakan ini bermakna untuk
mengusir hama penyakit agar tidak menyerang tanaman padi.
Secara umum, gerakan tarian ini mengandung makna memutar ke kiri untuk
membuang sial dan memutar ke kanan untuk mengambil kebaikan.
Sumber Asli :
http://dunialain-laindunia.blogspot.com/2009/04/tari-hudoq-dari-kalimantan-timur.html
Copyright
dunialain-laindunia.blogspot.com | COPY-PASTE BOLEH ASALKAN
MENCANTUMKAN LINK SUMBER ASLINYA ~ COPY PASTE NO, SHARING YES
Tari Hudoq dari
Kalimantan Timur
10:47 PM MooChenk 27 komentar
Tari Hudoq adalah bagian ritual suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, yang
biasa dilakukan setiap selesai manugal atau menanam padi, pada bulan
September – Oktober. Semua gerakannya, konon dipercaya turun dari
kahyangan.
Berdasarkan kepercayaan suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, Tari Hudoq
ini digelar untuk mengenang jasa para leluhur mereka yang berada di alam
nirwana. Mereka meyakini di saat musim tanam tiba roh-roh nenek moyang
akan selalu berada di sekeliling mereka untuk membimbing dan mengawasi
anak cucunya. Leluhur mereka ini berasal dari Asung Luhung atau Ibu
Besar yang diturunkan dari langit di kawasan hulu Sungai Mahakam Apo
Kayan. Asung Luhung memiliki kemampuan setingkat dewa yang bisa
memanggil roh baik maupun roh jahat.
Oleh Asung Luhung, roh-roh yang dijuluki Jeliwan Tok Hudoq itu
ditugaskan untuk menemui manusia. Namun karena wujudnya yang menyeramkan
mereka diperintahkan untuk mengenakan baju samaran manusia setengah
burung. Para Hudoq itu datang membawa kabar kebaikan. Mereka berdialog
dengan manusia sambil memberikan berbagai macam benih dan tanaman
obat-obatan sesuai pesan yang diberikan oleh Asung Luhung. Dari kisah
itulah, nama Hudoq melekat di masyarakat Dayak Bahau dan Modang.
Tarian ini dilakukan erat hubungannya dengan upacara keagamaan, dengan
maksud untuk memperoleh kekuatan mengatasi gangguan hama perusak tanaman
dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak.
Para penari Hudoq ini biasanya berjumlah 13 orang yang melambangkan 13
dewa pelindung dewa Hunyang Tenangan, dewa yang memelihara tanaman padi.
Di sela-sela kerimbunan semak belukar dan pepohonan mereka mulai
mengenakan kostum yang terbuat dari daun pisang hingga menutupi mata
kaki dan topeng kayu yang menyerupai binatang buas. Daun pisang adalah
lambang kesejukan dan kesejahteraan. Sementara itu, warna pada Topeng
Hudoq, biasanya didominasi oleh warna merah dan kuning, yang dipercaya
sebagai warna kesukaan para dewa. Topeng warna merah ini merupakan
gambaran perwujudan dewa Hunyang Tenangan.
Sebelum tarian Hudoq dimulai, terlebih dahulu digelar ritual Napoq.
Napoq adalah prosesi sakral yang wajib dilakukan setiap kali hendak
menyelenggarakan Hudoq. Ritual ini dipimpin oleh seorang Dayung yakni
orang yang memiliki kemampuan supranatural untuk berkomunikasi langsung
dengan para Hudoq.
Dengan didampingi dua asistennya, Dayung berkeliling kampung sambil
membunyikan mebang atau gong kecil. Yang berfungsi sebagai alat
komunikasi penyapaan kepada para roh-roh penjaga desa, bahwa Napoq
sedang dilakukan. Selanjutnya, Dayung akan memanggil dan meminta kepada
penguasa alam semesta yang memiliki empat sapaan yakni Tasao, Tuhan
Pencipta; Tanyie', Tuhan Penjaga; Tawe'a, Tuhan Penuntun dan Tagean,
Tuhan Yang Berkuasa; agar penyelenggaraan hudoq dapat berjalan aman dan
lancar.
Kemudian, para Hudoq dijamu makan siang oleh sang Dayung, dengan cara
menyuapi para penari yang telah dirasuki titisan dewa yang mengenakan
topeng Hudoq. Setelah makan siang, Dayung pun melakukan komunikasi
dengan para Hudoq, yang disebut dengan Tengaran Hudoq. Komunikasi ini,
menggunakan bahasa Dayak yang santun dan halus, yang hanya bisa
diterjemahkan oleh sang Dayung.
Dari komunikasi ini, biasanya diketahui kelanjutan hasil bercocok tanam,
apakah panennya berhasil atau tidak. Dayung pun meminta, agar para
Hudoq melindungi tanaman mereka dari serangan hama.
Kemudian, ritual dilanjutkan dengan kegiatan ugaaitan atau menarik nyawa
padi. Dalam ritual ini, para Hudoq berbaris sejajar, yang urutannya
disesuaikan dengan kelas sosial para dewa. Para dewa dengan kelas sosial
tertinggi berada di barisan terdepan. Sambil membaca mantera, para
Hudog menarik nyawa padi sebanyak tujuh kali.
Tari Hudoq biasanya digelar di tengah lapangan atau sawah yang akan
ditanami. Dengan ritme cukup tinggi, para penari Hudoq melakukan gerakan
Nyidok atau Nyebit yaitu gerakan maju sambil menghentak kaki. Disusul
dengan gerakan Ngedok atau Nyigung yaitu menghentak¬kan kaki dengan
tumit diiringi gerakan tangan yang mengibas-ngibas layaknya gerakan
sayap seekor burung yang sedang terbang. Gerakan ini bermakna untuk
mengusir hama penyakit agar tidak menyerang tanaman padi.
Secara umum, gerakan tarian ini mengandung makna memutar ke kiri untuk
membuang sial dan memutar ke kanan untuk mengambil kebaikan.
Sumber Asli :
http://dunialain-laindunia.blogspot.com/2009/04/tari-hudoq-dari-kalimantan-timur.html
Copyright
dunialain-laindunia.blogspot.com | COPY-PASTE BOLEH ASALKAN
MENCANTUMKAN LINK SUMBER ASLINYA ~ COPY PASTE NO, SHARING YES
Tari Hudoq dari
Kalimantan Timur
10:47 PM MooChenk 27 komentar
Tari Hudoq adalah bagian ritual suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, yang
biasa dilakukan setiap selesai manugal atau menanam padi, pada bulan
September – Oktober. Semua gerakannya, konon dipercaya turun dari
kahyangan.
Berdasarkan kepercayaan suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, Tari Hudoq
ini digelar untuk mengenang jasa para leluhur mereka yang berada di alam
nirwana. Mereka meyakini di saat musim tanam tiba roh-roh nenek moyang
akan selalu berada di sekeliling mereka untuk membimbing dan mengawasi
anak cucunya. Leluhur mereka ini berasal dari Asung Luhung atau Ibu
Besar yang diturunkan dari langit di kawasan hulu Sungai Mahakam Apo
Kayan. Asung Luhung memiliki kemampuan setingkat dewa yang bisa
memanggil roh baik maupun roh jahat.
Oleh Asung Luhung, roh-roh yang dijuluki Jeliwan Tok Hudoq itu
ditugaskan untuk menemui manusia. Namun karena wujudnya yang menyeramkan
mereka diperintahkan untuk mengenakan baju samaran manusia setengah
burung. Para Hudoq itu datang membawa kabar kebaikan. Mereka berdialog
dengan manusia sambil memberikan berbagai macam benih dan tanaman
obat-obatan sesuai pesan yang diberikan oleh Asung Luhung. Dari kisah
itulah, nama Hudoq melekat di masyarakat Dayak Bahau dan Modang.
Tarian ini dilakukan erat hubungannya dengan upacara keagamaan, dengan
maksud untuk memperoleh kekuatan mengatasi gangguan hama perusak tanaman
dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak.
Para penari Hudoq ini biasanya berjumlah 13 orang yang melambangkan 13
dewa pelindung dewa Hunyang Tenangan, dewa yang memelihara tanaman padi.
Di sela-sela kerimbunan semak belukar dan pepohonan mereka mulai
mengenakan kostum yang terbuat dari daun pisang hingga menutupi mata
kaki dan topeng kayu yang menyerupai binatang buas. Daun pisang adalah
lambang kesejukan dan kesejahteraan. Sementara itu, warna pada Topeng
Hudoq, biasanya didominasi oleh warna merah dan kuning, yang dipercaya
sebagai warna kesukaan para dewa. Topeng warna merah ini merupakan
gambaran perwujudan dewa Hunyang Tenangan.
Sebelum tarian Hudoq dimulai, terlebih dahulu digelar ritual Napoq.
Napoq adalah prosesi sakral yang wajib dilakukan setiap kali hendak
menyelenggarakan Hudoq. Ritual ini dipimpin oleh seorang Dayung yakni
orang yang memiliki kemampuan supranatural untuk berkomunikasi langsung
dengan para Hudoq.
Dengan didampingi dua asistennya, Dayung berkeliling kampung sambil
membunyikan mebang atau gong kecil. Yang berfungsi sebagai alat
komunikasi penyapaan kepada para roh-roh penjaga desa, bahwa Napoq
sedang dilakukan. Selanjutnya, Dayung akan memanggil dan meminta kepada
penguasa alam semesta yang memiliki empat sapaan yakni Tasao, Tuhan
Pencipta; Tanyie', Tuhan Penjaga; Tawe'a, Tuhan Penuntun dan Tagean,
Tuhan Yang Berkuasa; agar penyelenggaraan hudoq dapat berjalan aman dan
lancar.
Kemudian, para Hudoq dijamu makan siang oleh sang Dayung, dengan cara
menyuapi para penari yang telah dirasuki titisan dewa yang mengenakan
topeng Hudoq. Setelah makan siang, Dayung pun melakukan komunikasi
dengan para Hudoq, yang disebut dengan Tengaran Hudoq. Komunikasi ini,
menggunakan bahasa Dayak yang santun dan halus, yang hanya bisa
diterjemahkan oleh sang Dayung.
Dari komunikasi ini, biasanya diketahui kelanjutan hasil bercocok tanam,
apakah panennya berhasil atau tidak. Dayung pun meminta, agar para
Hudoq melindungi tanaman mereka dari serangan hama.
Kemudian, ritual dilanjutkan dengan kegiatan ugaaitan atau menarik nyawa
padi. Dalam ritual ini, para Hudoq berbaris sejajar, yang urutannya
disesuaikan dengan kelas sosial para dewa. Para dewa dengan kelas sosial
tertinggi berada di barisan terdepan. Sambil membaca mantera, para
Hudog menarik nyawa padi sebanyak tujuh kali.
Tari Hudoq biasanya digelar di tengah lapangan atau sawah yang akan
ditanami. Dengan ritme cukup tinggi, para penari Hudoq melakukan gerakan
Nyidok atau Nyebit yaitu gerakan maju sambil menghentak kaki. Disusul
dengan gerakan Ngedok atau Nyigung yaitu menghentak¬kan kaki dengan
tumit diiringi gerakan tangan yang mengibas-ngibas layaknya gerakan
sayap seekor burung yang sedang terbang. Gerakan ini bermakna untuk
mengusir hama penyakit agar tidak menyerang tanaman padi.
Secara umum, gerakan tarian ini mengandung makna memutar ke kiri untuk
membuang sial dan memutar ke kanan untuk mengambil kebaikan.
Sumber Asli :
http://dunialain-laindunia.blogspot.com/2009/04/tari-hudoq-dari-kalimantan-timur.html
Copyright
dunialain-laindunia.blogspot.com | COPY-PASTE BOLEH ASALKAN
MENCANTUMKAN LINK SUMBER ASLINYA ~ COPY PASTE NO, SHARING YES
Tari Hudoq dari
Kalimantan Timur
10:47 PM MooChenk 27 komentar
Tari Hudoq adalah bagian ritual suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, yang
biasa dilakukan setiap selesai manugal atau menanam padi, pada bulan
September – Oktober. Semua gerakannya, konon dipercaya turun dari
kahyangan.
Berdasarkan kepercayaan suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, Tari Hudoq
ini digelar untuk mengenang jasa para leluhur mereka yang berada di alam
nirwana. Mereka meyakini di saat musim tanam tiba roh-roh nenek moyang
akan selalu berada di sekeliling mereka untuk membimbing dan mengawasi
anak cucunya. Leluhur mereka ini berasal dari Asung Luhung atau Ibu
Besar yang diturunkan dari langit di kawasan hulu Sungai Mahakam Apo
Kayan. Asung Luhung memiliki kemampuan setingkat dewa yang bisa
memanggil roh baik maupun roh jahat.
Oleh Asung Luhung, roh-roh yang dijuluki Jeliwan Tok Hudoq itu
ditugaskan untuk menemui manusia. Namun karena wujudnya yang menyeramkan
mereka diperintahkan untuk mengenakan baju samaran manusia setengah
burung. Para Hudoq itu datang membawa kabar kebaikan. Mereka berdialog
dengan manusia sambil memberikan berbagai macam benih dan tanaman
obat-obatan sesuai pesan yang diberikan oleh Asung Luhung. Dari kisah
itulah, nama Hudoq melekat di masyarakat Dayak Bahau dan Modang.
Tarian ini dilakukan erat hubungannya dengan upacara keagamaan, dengan
maksud untuk memperoleh kekuatan mengatasi gangguan hama perusak tanaman
dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak.
Para penari Hudoq ini biasanya berjumlah 13 orang yang melambangkan 13
dewa pelindung dewa Hunyang Tenangan, dewa yang memelihara tanaman padi.
Di sela-sela kerimbunan semak belukar dan pepohonan mereka mulai
mengenakan kostum yang terbuat dari daun pisang hingga menutupi mata
kaki dan topeng kayu yang menyerupai binatang buas. Daun pisang adalah
lambang kesejukan dan kesejahteraan. Sementara itu, warna pada Topeng
Hudoq, biasanya didominasi oleh warna merah dan kuning, yang dipercaya
sebagai warna kesukaan para dewa. Topeng warna merah ini merupakan
gambaran perwujudan dewa Hunyang Tenangan.
Sebelum tarian Hudoq dimulai, terlebih dahulu digelar ritual Napoq.
Napoq adalah prosesi sakral yang wajib dilakukan setiap kali hendak
menyelenggarakan Hudoq. Ritual ini dipimpin oleh seorang Dayung yakni
orang yang memiliki kemampuan supranatural untuk berkomunikasi langsung
dengan para Hudoq.
Dengan didampingi dua asistennya, Dayung berkeliling kampung sambil
membunyikan mebang atau gong kecil. Yang berfungsi sebagai alat
komunikasi penyapaan kepada para roh-roh penjaga desa, bahwa Napoq
sedang dilakukan. Selanjutnya, Dayung akan memanggil dan meminta kepada
penguasa alam semesta yang memiliki empat sapaan yakni Tasao, Tuhan
Pencipta; Tanyie', Tuhan Penjaga; Tawe'a, Tuhan Penuntun dan Tagean,
Tuhan Yang Berkuasa; agar penyelenggaraan hudoq dapat berjalan aman dan
lancar.
Kemudian, para Hudoq dijamu makan siang oleh sang Dayung, dengan cara
menyuapi para penari yang telah dirasuki titisan dewa yang mengenakan
topeng Hudoq. Setelah makan siang, Dayung pun melakukan komunikasi
dengan para Hudoq, yang disebut dengan Tengaran Hudoq. Komunikasi ini,
menggunakan bahasa Dayak yang santun dan halus, yang hanya bisa
diterjemahkan oleh sang Dayung.
Dari komunikasi ini, biasanya diketahui kelanjutan hasil bercocok tanam,
apakah panennya berhasil atau tidak. Dayung pun meminta, agar para
Hudoq melindungi tanaman mereka dari serangan hama.
Kemudian, ritual dilanjutkan dengan kegiatan ugaaitan atau menarik nyawa
padi. Dalam ritual ini, para Hudoq berbaris sejajar, yang urutannya
disesuaikan dengan kelas sosial para dewa. Para dewa dengan kelas sosial
tertinggi berada di barisan terdepan. Sambil membaca mantera, para
Hudog menarik nyawa padi sebanyak tujuh kali.
Tari Hudoq biasanya digelar di tengah lapangan atau sawah yang akan
ditanami. Dengan ritme cukup tinggi, para penari Hudoq melakukan gerakan
Nyidok atau Nyebit yaitu gerakan maju sambil menghentak kaki. Disusul
dengan gerakan Ngedok atau Nyigung yaitu menghentak¬kan kaki dengan
tumit diiringi gerakan tangan yang mengibas-ngibas layaknya gerakan
sayap seekor burung yang sedang terbang. Gerakan ini bermakna untuk
mengusir hama penyakit agar tidak menyerang tanaman padi.
Secara umum, gerakan tarian ini mengandung makna memutar ke kiri untuk
membuang sial dan memutar ke kanan untuk mengambil kebaikan.
Sumber Asli :
http://dunialain-laindunia.blogspot.com/2009/04/tari-hudoq-dari-kalimantan-timur.html
Copyright
dunialain-laindunia.blogspot.com | COPY-PASTE BOLEH ASALKAN
MENCANTUMKAN LINK SUMBER ASLINYA ~ COPY PASTE NO, SHARING YES
Tari Hudoq dari
Kalimantan Timur
10:47 PM MooChenk 27 komentar
Tari Hudoq adalah bagian ritual suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, yang
biasa dilakukan setiap selesai manugal atau menanam padi, pada bulan
September – Oktober. Semua gerakannya, konon dipercaya turun dari
kahyangan.
Berdasarkan kepercayaan suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, Tari Hudoq
ini digelar untuk mengenang jasa para leluhur mereka yang berada di alam
nirwana. Mereka meyakini di saat musim tanam tiba roh-roh nenek moyang
akan selalu berada di sekeliling mereka untuk membimbing dan mengawasi
anak cucunya. Leluhur mereka ini berasal dari Asung Luhung atau Ibu
Besar yang diturunkan dari langit di kawasan hulu Sungai Mahakam Apo
Kayan. Asung Luhung memiliki kemampuan setingkat dewa yang bisa
memanggil roh baik maupun roh jahat.
Oleh Asung Luhung, roh-roh yang dijuluki Jeliwan Tok Hudoq itu
ditugaskan untuk menemui manusia. Namun karena wujudnya yang menyeramkan
mereka diperintahkan untuk mengenakan baju samaran manusia setengah
burung. Para Hudoq itu datang membawa kabar kebaikan. Mereka berdialog
dengan manusia sambil memberikan berbagai macam benih dan tanaman
obat-obatan sesuai pesan yang diberikan oleh Asung Luhung. Dari kisah
itulah, nama Hudoq melekat di masyarakat Dayak Bahau dan Modang.
Tarian ini dilakukan erat hubungannya dengan upacara keagamaan, dengan
maksud untuk memperoleh kekuatan mengatasi gangguan hama perusak tanaman
dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak.
Para penari Hudoq ini biasanya berjumlah 13 orang yang melambangkan 13
dewa pelindung dewa Hunyang Tenangan, dewa yang memelihara tanaman padi.
Di sela-sela kerimbunan semak belukar dan pepohonan mereka mulai
mengenakan kostum yang terbuat dari daun pisang hingga menutupi mata
kaki dan topeng kayu yang menyerupai binatang buas. Daun pisang adalah
lambang kesejukan dan kesejahteraan. Sementara itu, warna pada Topeng
Hudoq, biasanya didominasi oleh warna merah dan kuning, yang dipercaya
sebagai warna kesukaan para dewa. Topeng warna merah ini merupakan
gambaran perwujudan dewa Hunyang Tenangan.
Sebelum tarian Hudoq dimulai, terlebih dahulu digelar ritual Napoq.
Napoq adalah prosesi sakral yang wajib dilakukan setiap kali hendak
menyelenggarakan Hudoq. Ritual ini dipimpin oleh seorang Dayung yakni
orang yang memiliki kemampuan supranatural untuk berkomunikasi langsung
dengan para Hudoq.
Dengan didampingi dua asistennya, Dayung berkeliling kampung sambil
membunyikan mebang atau gong kecil. Yang berfungsi sebagai alat
komunikasi penyapaan kepada para roh-roh penjaga desa, bahwa Napoq
sedang dilakukan. Selanjutnya, Dayung akan memanggil dan meminta kepada
penguasa alam semesta yang memiliki empat sapaan yakni Tasao, Tuhan
Pencipta; Tanyie', Tuhan Penjaga; Tawe'a, Tuhan Penuntun dan Tagean,
Tuhan Yang Berkuasa; agar penyelenggaraan hudoq dapat berjalan aman dan
lancar.
Kemudian, para Hudoq dijamu makan siang oleh sang Dayung, dengan cara
menyuapi para penari yang telah dirasuki titisan dewa yang mengenakan
topeng Hudoq. Setelah makan siang, Dayung pun melakukan komunikasi
dengan para Hudoq, yang disebut dengan Tengaran Hudoq. Komunikasi ini,
menggunakan bahasa Dayak yang santun dan halus, yang hanya bisa
diterjemahkan oleh sang Dayung.
Dari komunikasi ini, biasanya diketahui kelanjutan hasil bercocok tanam,
apakah panennya berhasil atau tidak. Dayung pun meminta, agar para
Hudoq melindungi tanaman mereka dari serangan hama.
Kemudian, ritual dilanjutkan dengan kegiatan ugaaitan atau menarik nyawa
padi. Dalam ritual ini, para Hudoq berbaris sejajar, yang urutannya
disesuaikan dengan kelas sosial para dewa. Para dewa dengan kelas sosial
tertinggi berada di barisan terdepan. Sambil membaca mantera, para
Hudog menarik nyawa padi sebanyak tujuh kali.
Tari Hudoq biasanya digelar di tengah lapangan atau sawah yang akan
ditanami. Dengan ritme cukup tinggi, para penari Hudoq melakukan gerakan
Nyidok atau Nyebit yaitu gerakan maju sambil menghentak kaki. Disusul
dengan gerakan Ngedok atau Nyigung yaitu menghentak¬kan kaki dengan
tumit diiringi gerakan tangan yang mengibas-ngibas layaknya gerakan
sayap seekor burung yang sedang terbang. Gerakan ini bermakna untuk
mengusir hama penyakit agar tidak menyerang tanaman padi.
Secara umum, gerakan tarian ini mengandung makna memutar ke kiri untuk
membuang sial dan memutar ke kanan untuk mengambil kebaikan.
Sumber Asli :
http://dunialain-laindunia.blogspot.com/2009/04/tari-hudoq-dari-kalimantan-timur.html
Copyright
dunialain-laindunia.blogspot.com | COPY-PASTE BOLEH ASALKAN
MENCANTUMKAN LINK SUMBER ASLINYA ~ COPY PASTE NO, SHARING YES
Tari Hudoq dari
Kalimantan Timur
10:47 PM MooChenk 27 komentar
Tari Hudoq adalah bagian ritual suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, yang
biasa dilakukan setiap selesai manugal atau menanam padi, pada bulan
September – Oktober. Semua gerakannya, konon dipercaya turun dari
kahyangan.
Berdasarkan kepercayaan suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, Tari Hudoq
ini digelar untuk mengenang jasa para leluhur mereka yang berada di alam
nirwana. Mereka meyakini di saat musim tanam tiba roh-roh nenek moyang
akan selalu berada di sekeliling mereka untuk membimbing dan mengawasi
anak cucunya. Leluhur mereka ini berasal dari Asung Luhung atau Ibu
Besar yang diturunkan dari langit di kawasan hulu Sungai Mahakam Apo
Kayan. Asung Luhung memiliki kemampuan setingkat dewa yang bisa
memanggil roh baik maupun roh jahat.
Oleh Asung Luhung, roh-roh yang dijuluki Jeliwan Tok Hudoq itu
ditugaskan untuk menemui manusia. Namun karena wujudnya yang menyeramkan
mereka diperintahkan untuk mengenakan baju samaran manusia setengah
burung. Para Hudoq itu datang membawa kabar kebaikan. Mereka berdialog
dengan manusia sambil memberikan berbagai macam benih dan tanaman
obat-obatan sesuai pesan yang diberikan oleh Asung Luhung. Dari kisah
itulah, nama Hudoq melekat di masyarakat Dayak Bahau dan Modang.
Tarian ini dilakukan erat hubungannya dengan upacara keagamaan, dengan
maksud untuk memperoleh kekuatan mengatasi gangguan hama perusak tanaman
dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak.
Para penari Hudoq ini biasanya berjumlah 13 orang yang melambangkan 13
dewa pelindung dewa Hunyang Tenangan, dewa yang memelihara tanaman padi.
Di sela-sela kerimbunan semak belukar dan pepohonan mereka mulai
mengenakan kostum yang terbuat dari daun pisang hingga menutupi mata
kaki dan topeng kayu yang menyerupai binatang buas. Daun pisang adalah
lambang kesejukan dan kesejahteraan. Sementara itu, warna pada Topeng
Hudoq, biasanya didominasi oleh warna merah dan kuning, yang dipercaya
sebagai warna kesukaan para dewa. Topeng warna merah ini merupakan
gambaran perwujudan dewa Hunyang Tenangan.
Sebelum tarian Hudoq dimulai, terlebih dahulu digelar ritual Napoq.
Napoq adalah prosesi sakral yang wajib dilakukan setiap kali hendak
menyelenggarakan Hudoq. Ritual ini dipimpin oleh seorang Dayung yakni
orang yang memiliki kemampuan supranatural untuk berkomunikasi langsung
dengan para Hudoq.
Dengan didampingi dua asistennya, Dayung berkeliling kampung sambil
membunyikan mebang atau gong kecil. Yang berfungsi sebagai alat
komunikasi penyapaan kepada para roh-roh penjaga desa, bahwa Napoq
sedang dilakukan. Selanjutnya, Dayung akan memanggil dan meminta kepada
penguasa alam semesta yang memiliki empat sapaan yakni Tasao, Tuhan
Pencipta; Tanyie', Tuhan Penjaga; Tawe'a, Tuhan Penuntun dan Tagean,
Tuhan Yang Berkuasa; agar penyelenggaraan hudoq dapat berjalan aman dan
lancar.
Kemudian, para Hudoq dijamu makan siang oleh sang Dayung, dengan cara
menyuapi para penari yang telah dirasuki titisan dewa yang mengenakan
topeng Hudoq. Setelah makan siang, Dayung pun melakukan komunikasi
dengan para Hudoq, yang disebut dengan Tengaran Hudoq. Komunikasi ini,
menggunakan bahasa Dayak yang santun dan halus, yang hanya bisa
diterjemahkan oleh sang Dayung.
Dari komunikasi ini, biasanya diketahui kelanjutan hasil bercocok tanam,
apakah panennya berhasil atau tidak. Dayung pun meminta, agar para
Hudoq melindungi tanaman mereka dari serangan hama.
Kemudian, ritual dilanjutkan dengan kegiatan ugaaitan atau menarik nyawa
padi. Dalam ritual ini, para Hudoq berbaris sejajar, yang urutannya
disesuaikan dengan kelas sosial para dewa. Para dewa dengan kelas sosial
tertinggi berada di barisan terdepan. Sambil membaca mantera, para
Hudog menarik nyawa padi sebanyak tujuh kali.
Tari Hudoq biasanya digelar di tengah lapangan atau sawah yang akan
ditanami. Dengan ritme cukup tinggi, para penari Hudoq melakukan gerakan
Nyidok atau Nyebit yaitu gerakan maju sambil menghentak kaki. Disusul
dengan gerakan Ngedok atau Nyigung yaitu menghentak¬kan kaki dengan
tumit diiringi gerakan tangan yang mengibas-ngibas layaknya gerakan
sayap seekor burung yang sedang terbang. Gerakan ini bermakna untuk
mengusir hama penyakit agar tidak menyerang tanaman padi.
Secara umum, gerakan tarian ini mengandung makna memutar ke kiri untuk
membuang sial dan memutar ke kanan untuk mengambil kebaikan.
Sumber Asli :
http://dunialain-laindunia.blogspot.com/2009/04/tari-hudoq-dari-kalimantan-timur.html
Copyright
dunialain-laindunia.blogspot.com | COPY-PASTE BOLEH ASALKAN
MENCANTUMKAN LINK SUMBER ASLINYA ~ COPY PASTE NO, SHARING YES
Tari Hudoq dari
Kalimantan Timur
10:47 PM MooChenk 27 komentar
Tari Hudoq adalah bagian ritual suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, yang
biasa dilakukan setiap selesai manugal atau menanam padi, pada bulan
September – Oktober. Semua gerakannya, konon dipercaya turun dari
kahyangan.
Berdasarkan kepercayaan suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, Tari Hudoq
ini digelar untuk mengenang jasa para leluhur mereka yang berada di alam
nirwana. Mereka meyakini di saat musim tanam tiba roh-roh nenek moyang
akan selalu berada di sekeliling mereka untuk membimbing dan mengawasi
anak cucunya. Leluhur mereka ini berasal dari Asung Luhung atau Ibu
Besar yang diturunkan dari langit di kawasan hulu Sungai Mahakam Apo
Kayan. Asung Luhung memiliki kemampuan setingkat dewa yang bisa
memanggil roh baik maupun roh jahat.
Oleh Asung Luhung, roh-roh yang dijuluki Jeliwan Tok Hudoq itu
ditugaskan untuk menemui manusia. Namun karena wujudnya yang menyeramkan
mereka diperintahkan untuk mengenakan baju samaran manusia setengah
burung. Para Hudoq itu datang membawa kabar kebaikan. Mereka berdialog
dengan manusia sambil memberikan berbagai macam benih dan tanaman
obat-obatan sesuai pesan yang diberikan oleh Asung Luhung. Dari kisah
itulah, nama Hudoq melekat di masyarakat Dayak Bahau dan Modang.
Tarian ini dilakukan erat hubungannya dengan upacara keagamaan, dengan
maksud untuk memperoleh kekuatan mengatasi gangguan hama perusak tanaman
dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak.
Para penari Hudoq ini biasanya berjumlah 13 orang yang melambangkan 13
dewa pelindung dewa Hunyang Tenangan, dewa yang memelihara tanaman padi.
Di sela-sela kerimbunan semak belukar dan pepohonan mereka mulai
mengenakan kostum yang terbuat dari daun pisang hingga menutupi mata
kaki dan topeng kayu yang menyerupai binatang buas. Daun pisang adalah
lambang kesejukan dan kesejahteraan. Sementara itu, warna pada Topeng
Hudoq, biasanya didominasi oleh warna merah dan kuning, yang dipercaya
sebagai warna kesukaan para dewa. Topeng warna merah ini merupakan
gambaran perwujudan dewa Hunyang Tenangan.
Sebelum tarian Hudoq dimulai, terlebih dahulu digelar ritual Napoq.
Napoq adalah prosesi sakral yang wajib dilakukan setiap kali hendak
menyelenggarakan Hudoq. Ritual ini dipimpin oleh seorang Dayung yakni
orang yang memiliki kemampuan supranatural untuk berkomunikasi langsung
dengan para Hudoq.
Dengan didampingi dua asistennya, Dayung berkeliling kampung sambil
membunyikan mebang atau gong kecil. Yang berfungsi sebagai alat
komunikasi penyapaan kepada para roh-roh penjaga desa, bahwa Napoq
sedang dilakukan. Selanjutnya, Dayung akan memanggil dan meminta kepada
penguasa alam semesta yang memiliki empat sapaan yakni Tasao, Tuhan
Pencipta; Tanyie', Tuhan Penjaga; Tawe'a, Tuhan Penuntun dan Tagean,
Tuhan Yang Berkuasa; agar penyelenggaraan hudoq dapat berjalan aman dan
lancar.
Kemudian, para Hudoq dijamu makan siang oleh sang Dayung, dengan cara
menyuapi para penari yang telah dirasuki titisan dewa yang mengenakan
topeng Hudoq. Setelah makan siang, Dayung pun melakukan komunikasi
dengan para Hudoq, yang disebut dengan Tengaran Hudoq. Komunikasi ini,
menggunakan bahasa Dayak yang santun dan halus, yang hanya bisa
diterjemahkan oleh sang Dayung.
Dari komunikasi ini, biasanya diketahui kelanjutan hasil bercocok tanam,
apakah panennya berhasil atau tidak. Dayung pun meminta, agar para
Hudoq melindungi tanaman mereka dari serangan hama.
Kemudian, ritual dilanjutkan dengan kegiatan ugaaitan atau menarik nyawa
padi. Dalam ritual ini, para Hudoq berbaris sejajar, yang urutannya
disesuaikan dengan kelas sosial para dewa. Para dewa dengan kelas sosial
tertinggi berada di barisan terdepan. Sambil membaca mantera, para
Hudog menarik nyawa padi sebanyak tujuh kali.
Tari Hudoq biasanya digelar di tengah lapangan atau sawah yang akan
ditanami. Dengan ritme cukup tinggi, para penari Hudoq melakukan gerakan
Nyidok atau Nyebit yaitu gerakan maju sambil menghentak kaki. Disusul
dengan gerakan Ngedok atau Nyigung yaitu menghentak¬kan kaki dengan
tumit diiringi gerakan tangan yang mengibas-ngibas layaknya gerakan
sayap seekor burung yang sedang terbang. Gerakan ini bermakna untuk
mengusir hama penyakit agar tidak menyerang tanaman padi.
Secara umum, gerakan tarian ini mengandung makna memutar ke kiri untuk
membuang sial dan memutar ke kanan untuk mengambil kebaikan.
Sumber Asli :
http://dunialain-laindunia.blogspot.com/2009/04/tari-hudoq-dari-kalimantan-timur.html
Copyright
dunialain-laindunia.blogspot.com | COPY-PASTE BOLEH ASALKAN
MENCANTUMKAN LINK SUMBER ASLINYA ~ COPY PASTE NO, SHARING YES
Tari Hudoq dari
Kalimantan Timur
10:47 PM MooChenk 27 komentar
Tari Hudoq adalah bagian ritual suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, yang
biasa dilakukan setiap selesai manugal atau menanam padi, pada bulan
September – Oktober. Semua gerakannya, konon dipercaya turun dari
kahyangan.
Berdasarkan kepercayaan suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, Tari Hudoq
ini digelar untuk mengenang jasa para leluhur mereka yang berada di alam
nirwana. Mereka meyakini di saat musim tanam tiba roh-roh nenek moyang
akan selalu berada di sekeliling mereka untuk membimbing dan mengawasi
anak cucunya. Leluhur mereka ini berasal dari Asung Luhung atau Ibu
Besar yang diturunkan dari langit di kawasan hulu Sungai Mahakam Apo
Kayan. Asung Luhung memiliki kemampuan setingkat dewa yang bisa
memanggil roh baik maupun roh jahat.
Oleh Asung Luhung, roh-roh yang dijuluki Jeliwan Tok Hudoq itu
ditugaskan untuk menemui manusia. Namun karena wujudnya yang menyeramkan
mereka diperintahkan untuk mengenakan baju samaran manusia setengah
burung. Para Hudoq itu datang membawa kabar kebaikan. Mereka berdialog
dengan manusia sambil memberikan berbagai macam benih dan tanaman
obat-obatan sesuai pesan yang diberikan oleh Asung Luhung. Dari kisah
itulah, nama Hudoq melekat di masyarakat Dayak Bahau dan Modang.
Tarian ini dilakukan erat hubungannya dengan upacara keagamaan, dengan
maksud untuk memperoleh kekuatan mengatasi gangguan hama perusak tanaman
dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak.
Para penari Hudoq ini biasanya berjumlah 13 orang yang melambangkan 13
dewa pelindung dewa Hunyang Tenangan, dewa yang memelihara tanaman padi.
Di sela-sela kerimbunan semak belukar dan pepohonan mereka mulai
mengenakan kostum yang terbuat dari daun pisang hingga menutupi mata
kaki dan topeng kayu yang menyerupai binatang buas. Daun pisang adalah
lambang kesejukan dan kesejahteraan. Sementara itu, warna pada Topeng
Hudoq, biasanya didominasi oleh warna merah dan kuning, yang dipercaya
sebagai warna kesukaan para dewa. Topeng warna merah ini merupakan
gambaran perwujudan dewa Hunyang Tenangan.
Sebelum tarian Hudoq dimulai, terlebih dahulu digelar ritual Napoq.
Napoq adalah prosesi sakral yang wajib dilakukan setiap kali hendak
menyelenggarakan Hudoq. Ritual ini dipimpin oleh seorang Dayung yakni
orang yang memiliki kemampuan supranatural untuk berkomunikasi langsung
dengan para Hudoq.
Dengan didampingi dua asistennya, Dayung berkeliling kampung sambil
membunyikan mebang atau gong kecil. Yang berfungsi sebagai alat
komunikasi penyapaan kepada para roh-roh penjaga desa, bahwa Napoq
sedang dilakukan. Selanjutnya, Dayung akan memanggil dan meminta kepada
penguasa alam semesta yang memiliki empat sapaan yakni Tasao, Tuhan
Pencipta; Tanyie', Tuhan Penjaga; Tawe'a, Tuhan Penuntun dan Tagean,
Tuhan Yang Berkuasa; agar penyelenggaraan hudoq dapat berjalan aman dan
lancar.
Kemudian, para Hudoq dijamu makan siang oleh sang Dayung, dengan cara
menyuapi para penari yang telah dirasuki titisan dewa yang mengenakan
topeng Hudoq. Setelah makan siang, Dayung pun melakukan komunikasi
dengan para Hudoq, yang disebut dengan Tengaran Hudoq. Komunikasi ini,
menggunakan bahasa Dayak yang santun dan halus, yang hanya bisa
diterjemahkan oleh sang Dayung.
Dari komunikasi ini, biasanya diketahui kelanjutan hasil bercocok tanam,
apakah panennya berhasil atau tidak. Dayung pun meminta, agar para
Hudoq melindungi tanaman mereka dari serangan hama.
Kemudian, ritual dilanjutkan dengan kegiatan ugaaitan atau menarik nyawa
padi. Dalam ritual ini, para Hudoq berbaris sejajar, yang urutannya
disesuaikan dengan kelas sosial para dewa. Para dewa dengan kelas sosial
tertinggi berada di barisan terdepan. Sambil membaca mantera, para
Hudog menarik nyawa padi sebanyak tujuh kali.
Tari Hudoq biasanya digelar di tengah lapangan atau sawah yang akan
ditanami. Dengan ritme cukup tinggi, para penari Hudoq melakukan gerakan
Nyidok atau Nyebit yaitu gerakan maju sambil menghentak kaki. Disusul
dengan gerakan Ngedok atau Nyigung yaitu menghentak¬kan kaki dengan
tumit diiringi gerakan tangan yang mengibas-ngibas layaknya gerakan
sayap seekor burung yang sedang terbang. Gerakan ini bermakna untuk
mengusir hama penyakit agar tidak menyerang tanaman padi.
Secara umum, gerakan tarian ini mengandung makna memutar ke kiri untuk
membuang sial dan memutar ke kanan untuk mengambil kebaikan.
Sumber Asli :
http://dunialain-laindunia.blogspot.com/2009/04/tari-hudoq-dari-kalimantan-timur.html
Copyright
dunialain-laindunia.blogspot.com | COPY-PASTE BOLEH ASALKAN
MENCANTUMKAN LINK SUMBER ASLINYA ~ COPY PASTE NO, SHARING YES
Tari Hudoq adalah
bagian ritual suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, yang biasa dilakukan
setiap selesai manugal atau menanam padi, pada bulan September –
Oktober. Semua gerakannya, konon dipercaya turun dari kahyangan.
Berdasarkan kepercayaan suku Dayak Bahau dan Dayak Modang, Tari Hudoq
ini digelar untuk mengenang jasa para leluhur mereka yang berada di alam
nirwana. Mereka meyakini di saat musim tanam tiba roh-roh nenek moyang
akan selalu berada di sekeliling mereka untuk membimbing dan mengawasi
anak cucunya. Leluhur mereka ini berasal dari Asung Luhung atau Ibu
Besar yang diturunkan dari langit di kawasan hulu Sungai Mahakam Apo
Kayan. Asung Luhung memiliki kemampuan setingkat dewa yang bisa
memanggil roh baik maupun roh jahat.
Oleh Asung Luhung, roh-roh yang dijuluki Jeliwan Tok Hudoq itu
ditugaskan untuk menemui manusia. Namun karena wujudnya yang menyeramkan
mereka diperintahkan untuk mengenakan baju samaran manusia setengah
burung. Para Hudoq itu datang membawa kabar kebaikan. Mereka berdialog
dengan manusia sambil memberikan berbagai macam benih dan tanaman
obat-obatan sesuai pesan yang diberikan oleh Asung Luhung. Dari kisah
itulah, nama Hudoq melekat di masyarakat Dayak Bahau dan Modang.
Tarian ini dilakukan erat hubungannya dengan upacara keagamaan, dengan
maksud untuk memperoleh kekuatan mengatasi gangguan hama perusak tanaman
dan mengharapkan diberikan kesuburan dengan hasil panen yang banyak.
Para penari Hudoq ini biasanya berjumlah 13 orang yang melambangkan 13
dewa pelindung dewa Hunyang Tenangan, dewa yang memelihara tanaman padi.
Di sela-sela kerimbunan semak belukar dan pepohonan mereka mulai
mengenakan kostum yang terbuat dari daun pisang hingga menutupi mata
kaki dan topeng kayu yang menyerupai binatang buas. Daun pisang adalah
lambang kesejukan dan kesejahteraan. Sementara itu, warna pada Topeng
Hudoq, biasanya didominasi oleh warna merah dan kuning, yang dipercaya
sebagai warna kesukaan para dewa. Topeng warna merah ini merupakan
gambaran perwujudan dewa Hunyang Tenangan.
Sebelum tarian Hudoq dimulai, terlebih dahulu digelar ritual Napoq.
Napoq adalah prosesi sakral yang wajib dilakukan setiap kali hendak
menyelenggarakan Hudoq. Ritual ini dipimpin oleh seorang Dayung yakni
orang yang memiliki kemampuan supranatural untuk berkomunikasi langsung
dengan para Hudoq.
Dengan didampingi dua asistennya, Dayung berkeliling kampung sambil
membunyikan mebang atau gong kecil. Yang berfungsi sebagai alat
komunikasi penyapaan kepada para roh-roh penjaga desa, bahwa Napoq
sedang dilakukan. Selanjutnya, Dayung akan memanggil dan meminta kepada
penguasa alam semesta yang memiliki empat sapaan yakni Tasao, Tuhan
Pencipta; Tanyie', Tuhan Penjaga; Tawe'a, Tuhan Penuntun dan Tagean,
Tuhan Yang Berkuasa; agar penyelenggaraan hudoq dapat berjalan aman dan
lancar.
Kemudian, para Hudoq dijamu makan siang oleh sang Dayung, dengan cara
menyuapi para penari yang telah dirasuki titisan dewa yang mengenakan
topeng Hudoq. Setelah makan siang, Dayung pun melakukan komunikasi
dengan para Hudoq, yang disebut dengan Tengaran Hudoq. Komunikasi ini,
menggunakan bahasa Dayak yang santun dan halus, yang hanya bisa
diterjemahkan oleh sang Dayung.
Dari komunikasi ini, biasanya diketahui kelanjutan hasil bercocok tanam,
apakah panennya berhasil atau tidak. Dayung pun meminta, agar para
Hudoq melindungi tanaman mereka dari serangan hama.
Kemudian, ritual dilanjutkan dengan kegiatan ugaaitan atau menarik nyawa
padi. Dalam ritual ini, para Hudoq berbaris sejajar, yang urutannya
disesuaikan dengan kelas sosial para dewa. Para dewa dengan kelas sosial
tertinggi berada di barisan terdepan. Sambil membaca mantera, para
Hudog menarik nyawa padi sebanyak tujuh kali.
Tari Hudoq biasanya digelar di tengah lapangan atau sawah yang akan
ditanami. Dengan ritme cukup tinggi, para penari Hudoq melakukan gerakan
Nyidok atau Nyebit yaitu gerakan maju sambil menghentak kaki. Disusul
dengan gerakan Ngedok atau Nyigung yaitu menghentak¬kan kaki dengan
tumit diiringi gerakan tangan yang mengibas-ngibas layaknya gerakan
sayap seekor burung yang sedang terbang. Gerakan ini bermakna untuk
mengusir hama penyakit agar tidak menyerang tanaman padi.
Secara umum, gerakan tarian ini mengandung makna memutar ke kiri untuk
membuang sial dan memutar ke kanan untuk mengambil kebaikan.
Sumber Asli :
http://dunialain-laindunia.blogspot.com/2009/04/tari-hudoq-dari-kalimantan-timur.html
Copyright
dunialain-laindunia.blogspot.com | COPY-PASTE BOLEH ASALKAN
MENCANTUMKAN LINK SUMBER ASLINYA ~ COPY PASTE NO, SHARING YES